Ensiklopedia indonesia

Indonesian

Universitas Gadjah Mada
  15.655 K 2 years ago 1 day ago
Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah perguruan tinggi negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia.

Universitas Gadjah Mada (UGM) adalah perguruan tinggi negeri di Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia. Universitas Gadjah Mada merupakan perguruan tinggi pertama yang didirikan oleh Pemerintah Indonesia setelah Indonesia merdeka. UGM berdiri pada tanggal 19 Desember 1949 dengan mengukuhkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1949 tentang Peraturan Tentang Penggabungan Perguruan Tinggi Menjadi Universiteit tanggal 16 Desember 1949.[4]

Pada saat didirikan, Universitas Gadjah Mada hanya memiliki enam fakultas,[5] dan pada saat ini telah memiliki 18 fakultas dan dua sekolah yaitu Sekolah Vokasi dan Sekolah Pascasarjana.[5] Fakultas-fakultas yang ada di UGM dibagi lagi menjadi departemen-departemen, yang kemudian membawahi program-program studi. Program-program studi yang ada di UGM meliputi program sarjana, magister, doktor, dan spesialis.

UGM berkedudukan di bagian selatan Kabupaten Sleman, terletak di sebuah kawasan yang dikenal dengan nama Bulaksumur, yang secara administratif membentang dari SinduadiMlati hingga CaturtunggalDepok.

Sejarah

Pembentukan

Ditilik dari sejarahnya, Universitas Gadjah Mada merupakan penggabungan dan pendirian kembali dari berbagai balai pendidikan, sekolah tinggi, perguruan tinggi yang ada di YogyakartaKlaten, dan Surakarta.[6][7]

Nama Gadjah Mada berawal dari dibentuknya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada yang terdiri dari Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan. Pendirian diumumkan di Gedung KNI Malioboro pada tanggal 3 Maret 1946 yang dipromotori oleh Mr. R. S. Budhyarto Martoatmodjo, Ir. Marsito, Prof. Dr. Prijono, Mr. Soenario dengan pengurus yaitu Dr. Soleiman, dr. Boentaran Martoatmodjo, Dr. Soeharto, B.P.H. Bintoro, Prof. H. Farid Ma’ruf, Mr. Mangunjudo, K.P.H. Nototaruno, dan Prof. Ir. Rooseno.[6][8]

Sejak 4 Januari 1946Soekarno dan Hatta memindahkan ibu kota Republik Indonesia ke Yogyakarta. Dengan maraknya pertempuran antara pejuang kemerdekaan dan Sekutu serta NICA di Jakarta dan Bandung, maka Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung ikut pindah ke Yogyakarta. Pada tanggal 17 Februari 1946,[9] Sekolah Tinggi Teknik (STT) Bandung dihidupkan kembali di Yogyakarta dengan para pengajarnya antara lain Prof. Ir. Rooseno dan Prof. Ir. Wreksodhiningrat.[6][8]

Lembaga pendidikan lain yang berdiri pada waktu yang hampir bersamaan adalah Perguruan Tinggi Kedokteran (berdiri 5 Maret 1946), Sekolah Tinggi Kedokteran Hewan (berdiri 20 September 1946), Sekolah Tinggi Farmasi (berdiri 27 September 1946), dan Perguruan Tinggi Pertanian (berdiri 27 September 1946) yang kesemuanya berada di Klaten,[6] sekitar 20 kilometer dari Yogyakarta.

Institut Pasteur di Bandung sejak 1 September 1945, turut pula dipindahkan ke Klaten dengan laboratorium di Rumah Sakit Tegalyoso. Salah seorang yang berperan dalam pemindahan ini adalah Prof. Dr. M. Sardjito [6][10]yang kelak menjadi Rektor Universitas Gadjah Mada yang pertama. Kehidupan kampus di Klaten semakin ramai dengan berdirinya Fakultas Kedokteran Gigi pada awal 1948.[6]

Pada awal Mei 1948, Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan mendirikan Akademi Ilmu Politik di Yogyakarta atas usul Kementerian Dalam Negeri untuk mendidik calon-calon pegawai Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri dan Departemen Penerangan.[6] Akademi ini awalnya dipimpin oleh Prof. Djokosoetono, S.H. Sayangnya akademi ini tidak berumur panjang, setelah pemberontakan PKI Madiun meletus, September 1948, akademi ini ditinggalkan para mahasiswanya yang ikut menumpas pemberontakan sehingga akademi ini ditutup.[6]

Selanjutnya pada 1 November 1948 didirikan Balai Pendidikan Ahli Hukum di Surakarta, sebagai hasil kerja sama Kementerian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan dengan Kementerian Kehakiman. Bersamaan dengan itu Panitia Pendirian Perguruan Tinggi Swasta di Surakarta, yaitu Drs. Notonagoro, S.H., Koesoemadi, S.H. dan Hardjono, S.H. di Surakarta merencanakan mendirikan Sekolah Tinggi Hukum Negeri.[6] Demi efisiensi, Panitia mengusulkan penggabungan Balai Pendidikan Ahli Hukum ke dalam Sekolah Tinggi Hukum Negeri yang akhirnya disetujui dan disahkan oleh Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 1948.

Serangan Belanda ke ibu kota Republik Indonesia di Yogyakarta dalam rangka Agresi Militer Belanda II melumpuhkan semua kegiatan belajar mengajar di Yogyakarta, Klaten dan Surakarta dan semua perguruan tinggi tersebut terpaksa ditutup dan para mahasiswa ikut berjuang.

Setelah serangan Belanda, wilayah Republik Indonesia menjadi semakin sempit. Pada tanggal 20 Mei 1949, diadakan rapat Panitia Perguruan Tinggi, di Pendopo Kepatihan Yogyakarta yang dipimpin oleh Prof. Dr. Soetopo, dengan anggota rapat antara lain, Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Prof. Dr. M. Sardjito, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Wreksodhiningrat, Prof. Ir. Harjono, Prof. Sugardo dan Slamet Soetikno, S.H. Salah satu hasil rapat adalah pendirian perguruan kembali di wilayah republik yang masih tersisa, yaitu Yogyakarta. Disepakati Prof. Ir. Wreksodiningrat, Prof. Dr. Prijono, Prof. Ir. Harjono, dan Prof. Dr. M. Sardjito akan berusaha keras mewujudkannya. Kesulitan utama saat itu adalah tidak adanya ruangan untuk kuliah. Namun Sri Sultan Hamengkubuwono IX bersedia meminjamkan ruangan keraton dan beberapa gedung di sekitarnya.[6]

Tanggal 1 November 1949, di Kompleks Peguruan Tinggi Kadipaten, Yogyakarta, berdiri kembali Fakultas Kedokteran Gigi dan Farmasi, Fakultas Pertanian dan Fakultas Kedokteran. Pembukaan ketiga fakultas ini dihadiri oleh Presiden Soekarno.[6] Pada upacara pembukaan diadakan sebuah renungan bagi para dosen dan mahasiswa yang telah gugur dalam peperangan melawan Belanda, yaitu Prof. Dr. Abdulrahman Saleh, Ir. Notokoesoemo, Roewito, Asmono, Hardjito dan Wurjanto.[6]

Tanggal 2 November 1949, Fakultas Teknik, Akademi Ilmu Politik serta Fakultas Hukum dan Fakultas Kesusasteraan yang berada di bawah naungan Yayasan Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada ikut diresmikan.[6]

Tanggal 3 Desember 1949 dibuka Fakultas Hukum di Yogyakarta dengan pimpinan Prof. Drs. Notonagoro, S.H.[6] Fakultas ini merupakan pindahan Sekolah Tinggi Hukum Negeri Solo.

Akhirnya tanggal 19 Desember 1949, lahirlah Universitas Gadjah Mada dengan enam fakultas. Menurut Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1949, keenam fakultas tersebut adalah:[6]

  1. Fakultas Teknik (di dalamnya termasuk Akademi Ilmu Ukur dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Ilmu Alam dan Ilmu Pasti);
  2. Fakultas Kedokteran, yang di dalamnya termasuk bagian Farmasi, bagian Kedokteran Gigi dan Akademi Pendidikan Guru bagian Kimia dan limu Hayat;
  3. Fakultas Pertanian di dalamya ada Akademi Pertanian dan Kehutanan;
  4. Fakultas Kedokteran Hewan;
  5. Fakultas Hukum, yang di dalamnya termasuk Akademi Keahlian Hukum, Keahlian Ekonomi dan Notariat, Akademi Ilmu Politik dan Akademi Pendidikan Guru Bagian Tatanegara, Ekonomi dan Sosiologi;
  6. Fakultas Sastra dan Filsafat, yang di dalamnya termasuk Akademi Pendidikan Guru bagian Sastra.

Sebagai Rektor yang pertama (Presiden) ditetapkan Prof. Dr. M. Sardjito. Pada saat yang sama juga ditetapkan Senat UGM dan Dewan Kurator UGM.[6] Dewan Kurator UGM terdiri dari Ketua Kehormatan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dan Ketua adalah Sri Paku Alam VIII, seorang wakil ketua dan anggota.[6]

This image, video or audio may be copyrighted. It is used for educational purposes only. If you find it, please notify us byand we will remove it immediately.